Main Article Content

Abstract

Penelitian ini menganalisis strategi naming and shaming yang diterapkan oleh Fortify Rights sebagai bagian dari kampanye advokasi hak asasi manusia terhadap genosida etnis Rohingya di Myanmar. Fortify Rights sebagai INGO menggunakan pendekatan berbasis bukti dan kerangka media advokasi yang terdiri atas tiga mode juridical, revelatory dan activating. Melalui investigasi, publikasi laporan, kampanye media, serta pelibatan korban dan komunitas lokal, Fortify Rights berhasil mengungkap pelanggaran sistematis oleh militer dan pemerintah Myanmar, termasuk kejahatan genosida melalui kebijakan National Verification Cards. Strategi ini menghasilkan dampak positif, seperti mendorong Gambia dan negara-negara lain membawa Myanmar ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida. Tetapi strategi ini masih menunjukkan tantangan dan hambatan seperti ambivalensi. Meskipun meningkatkan perhatian internasional, sering kali tidak cukup untuk menghentikan pelanggaran, khususnya dalam konteks rezim otoriter seperti Myanmar. Penelitian ini menegaskan bahwa efektivitas strategi naming and shaming sangat bergantung pada konteks politik negara, legitimasi aktor pelaku shaming, dan dukungan dari komunitas internasional.


 


Kata kunci: Fortify Rights, Genosida, Myanmar, Naming and Shaming, Rohingya

Article Details