Main Article Content
Abstract
Pada tahun 2023, proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Provinsi Jawa Tengah masih menghadapi berbagai tantangan dalam mewujudkan tata kelola pembangunan yang partisipatif, transparan, dan inklusif. Masyarakat sering kali tidak mengetahui status usulan mereka, tidak mendapatkan umpan balik dari pemerintah daerah, dan tidak memiliki akses penuh terhadap dokumen perencanaan seperti RKPD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana prinsip-prinsip good governance diterapkan dalam proses Musrenbang, khususnya pada lima dimensi utama: transparansi, akuntabilitas, partisipasi, responsivitas, dan inklusivitas. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus di enam kabupaten/kota. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, survei masyarakat, studi dokumen RKPD dan RPJMD, serta observasi partisipatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Musrenbang masih bersifat prosedural, dengan dominasi teknokrat dalam pemilahan program dan minimnya keterlibatan kelompok rentan seperti perempuan dan penyandang disabilitas. Daerah seperti Surakarta menunjukkan praktik baik melalui digitalisasi dan keterbukaan informasi, sedangkan Grobogan dan Brebes mencerminkan lemahnya komitmen terhadap prinsip partisipatif. Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi sistem perencanaan yang lebih deliberatif, responsif, dan inklusif untuk mendorong pembangunan daerah yang berkeadilan sosial.